Rabu, 10 Oktober 2007

JRKP, Skenario Untuk Perdamaian


by. Hendrikus Adam BR
Keadilan dan kedamaian bukanlah milik segelintir orang, melainkan menjadi harapan bagi setiap warga di muka bumi ini. Pentingnya upaya perwujudan perdamaian yang perlu terus menerus ditumbuhkembangkan dalam kehidupan bermasyarakat tanpa memandang sekat dan perbedaan lainnya menjadi cita-cita bersama. Pemikiran dan semangat seperti ini setidaknya telah mengilhami munculnya sebuah wadah organisasi rakyat yakni Jaringan Rakyat untuk Keadilan dan Perdamaian (JRKP). Berdasarkan hasil konsolidasi 4-5 Juli lalu, JRKP yang semula menggunakan istilah Sistem Peringatan Dini Konflik Komunal (SPDKK) sebagai penjabaran dari program Early Warning System (EWS) boleh dikatakan sebagai wadah pertama berbasis rakyat yang mencoba fokus pada isu-isu seputar keadilan dan perdamaian. Berdasarkan hasil konsolidasi tersebut dirumuskan peran strategis JRKP sebagai organisasi jaringan yang bekerja memperjuangkan keadilan dan perdamaian di Kalimantan Barat.

Disamping itu, JRKP memiliki prinsip dasar yang meliputi; a) menjunjung tinggi multikulturalisme, dimana JRKP dalam prinsipnya tidak memandang etnis, suku, agama dan golongan, namun lebih menghargai perbedaan, b) Bersifat terbuka (inklusif), bahwa wadah ini terbuka bagi siapa saja baik secara indivisu maupun berupak kelompok, c) menjunjung tinddi sikap toleran, dimana JRKP menghargai adanya perbedaan pendapat-sikap-pandangan, d) anti kekerasan (non violence), e) independen, bahwa JRKP tidak berpihak pada kepentingan, politik dan golongan tertentu, f) berkesetaraan gender, bahwa nilai-nilai berkeadilan gender perlu dijunjung tinggi.

Untuk saat ini, JRKP hanya tersebar pada tiga wilayah yakni Pontianak, Sambas dan Landak. Masing-masing wilayah tersebut koordinir oleh seorang koordinator JRKP wilayah. Sementara untuk koordinator setiap JRKP wilayah terletak pada Pimpinan Kolektif JRKP Kalbar yang terdiri dari 7 orang masing-masing; tiga orang staf lapangan program SPDKK, 3 orang dari koordinator per wilayah dan satu orang koordinator jaringan SPDKK.

Menurut Furbertus Ipur, SH yang juga selaku bagian dari core tim (Elpagar, Gemawan, Kelompok Studi Masyarakat dan Perdamaian/KSMP FISIP Untan, Misem dan YPPN (Yayasan Pemberdayaan Pepour Nusantara) bahwa model jaringan tersebut mestinya menjadi milik rakyat. Untuk itu, maka organisasi tersebut semestinya memang berangkat dari rakyat. ”Esensinya adalah kita ingin muncul skenario rekonsiliasi, skenario EWS untuk konflik dan skenario early respon atau skenario konflic prepention itu munculnya dari masyarakat langsung. Dan itu bisa digagas lewat diskusi-diskusi yang muncul dalam jariingan JRKP itu sendiri. Nah itu sebenarnya yang paling pokok, itu semangat utamanya kenapa JRKP ada. Wadah ini mestinya netral dalam arti menjadi katalisator kalau kita bicara soal perdamaian,” jelas Ipur.
Menurut Ipur, JRKP salah satu organisasi rakyat yang pertama yang pokus kerjanya adalah bicara perdamaian dan keadilan yang berbasiskan warga masyarakat (grass root), disamping upaya-upaya yang memang telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa LSM.
Membangun Semangat Egaliter

Lahirnya JRKP menurut Direktur ELPAGAR (F. Ipur) diakui tidak lepas karena selalu adanya potensi konflik yang mungkin saja muncul. Karenanya semangat saling menghargai dalam perbedaan menjadi penting. ”Kalau sebuah komunitas tidak melakukan itu, maka relatif komunitas itu menjadi komunitas yang eksklusif dan cenderung menjadi ancaman untuk komunitas lain, karena komunitas itu tidak belajar untuk melihat perbedaan, tidak belajar untuk memandang sebuah konflik sebagai sebuah persoalan yang biasa dan cenderung menyelesaikannya dengan cara kekerasan,” bebernya.

Munculnya gerakan tersebut juga dikatakan sebagai kritik terhadap persoalan konflik horisontal yang tidak pernah bisa diselesaikan secara tuntas oleh pihak yg mestinya bertanggungjawab seperti pemerintah, terutama pula pihak keanmanan yang sampai sekarang belum ada skenario untuk itu. Mestinya JRKP bisa menjadi katalisator untuk persoalan-persoalan dalam mewujudkan keadilan, menjadi amplipier untuk isu-isu perdamaian. ”Prinsip-prinsipnya sederhana, siaapun yg mengeluarrkan pendapat atau melakukan tindakan diskriminasi atau tindakan rasial bisa memacu konflik dia harus dilawan oleh JRKP. JRKP akan melawan semua orang yang masih rasis di Kalbar dan JRKP punya beban untuk mendidik rakyat untuk bisa egaliter, bisa toleran satu sama lain,” tegasnya.

Kedepan JRKP diharapkan mengagendakan pendidikan kritis dan mendesakkan agenda-agenda perdamaian itu menjadi agenda politik bagi rezim pemerintahan yang berkuasa. Artinya birokrasi, keamanan dan aparat pertahanan dan keamanan harus mempunyai self of humanity (rasa kemanusiaan), sehingga mereka bisa meletakkan skenario untuk membangun perdamaian itu menjadi persoalan yang mutlak ketika dia berkuasa. Artinya ada good will untuk membangun perdamaian. Yang berikutnya terpenting juga turut serta mendorong ada perbaikan kebijakan. Jadi disamping soal kultur melalui pendidikan kritis, aparatus juga persoalan struktur/system mestinya didesakkan JRKP.

JRKP juga diminta untuk tidak buru-buru, dan mempersiapkan basis dan ada mekanisme kelembagaan yang baik. Dalam satu tahun berjalan, JRKP diharapkan dapat memberikan kontribusi yang rill bagi warga Kalbar terutama dengan semakin banyaknya anggota yang bergabung untuk menyuarakan persoalan-persoalan perdamaian di Kalbar.

Perdamaian Untuk Semua
Membangun perdamaian menjadi tanggungjawab bersama, karenanya diharapkan antar lembaga-lembaga sosial yang ada (LSM dan lainnya) agar saling mendukung dan saling koordinasi karena sikatakan, isu perdamaian bukan hanya dimiliki sekelompok orang, tapi seluruh kelompok orang. Aliansi NGO dan organisasi rakyat kedepan sdiharapkan pula mampu mempengaruhi terutama dalam kaitannya dengan upaya membangun perdamaian (peace building).

Khusus untuk penentuan pemimpin, Furbertus Ipur berharap agar masyarakat tidak lupa melihat perspektif perdamaian yang coba ditawarkan dari pemimpin, karena menurut dia siapapun pemimpinnya bila tidak punya perspektif membangun perdamaian pantas dipertanyakan. ”Jangan pilih siapapun pemimpin masyarakat bila dia tidak punya sens of peace, karena tidak mungkin kita membangun perdamaian dengan gelisah dan masyarakat yang frustasi serta syarat dengan kultur kekerasan,” pungkasnya.

Tidak ada komentar: